sumber: statik.tempo.co |
Restu Bumi adalah siswa berprestasi di kelas enam SD Negeri 1 Hanjuang.
Dia sering mewakili sekolahnya dalam berbagai perlombaan. Terakhir, prestasi
yang diraihnya adalah menjuarai lomba menulis cerita tentang sekolah tingkat
provinsi akhir bulan lalu. Selain itu, dia juga merupakan murid yang baik. Teman-temannya
sangat senang bisa berteman dengannya. Namun, dia berasal dari keluarga yang
tidak berkecukupan. Ayahnya bekerja sebagai tukang ojek yang berpenghasilan
tidak menentu. Ibunya sudah meninggal karena serangan jantung ketika bekerja
sebagai pencuci piring di rumah makan milik abang Husein. Tapi, hal itu tidak
pernah membuatnya pesimis dan lemah untuk mempertahankan prestasinya.
Hari ini Bumi –begitu dia dipanggil-
termenung sedih karena surat informasi biaya tambahan untuk perpisahan ke Pangandaran
yang dibagikan oleh bu Neneng bukan merupakan kabar gembira baginya.
Dia ingin ikut perpisahan itu. Tapi,
keadaannya tidak memungkinkan. Dia hanya punya tabungan sedikit untuk
membayarnya.
“Assalamualaikum” Tiba-tiba suara
ayahnya muncul di balik pintu menyeruak masuk ke dalam rumah.
“Waalaikum salam” Bumi menjawab
salam dan segera mencium tangan ayahnya itu.
Bumi menyodorkan surat itu. Ayahnya
menanggapinya dengan tersenyum dan berjanji akan mencari uang tambahan itu.
Bumi pun mengucapkan terima kasih sambil memeluknya. Sebenarnya, Bumi tahu
ayahnya sangat kesulitan untuk memenuhinya. Oleh karena itu Bumi memutuskan
untuk bekerja apapun yang bisa dia kerjakan asalkan halal baginya. Ayahnya
sering mengajarkan kepadanya tentang harta haram yang menjadi daging dalam
tubuh kita akan dibakar dalam neraka.
Setelah mencari
pekerjaan yang sesuai dengannya, ia mendapatkan
pekerjaan di warung surabi mang Unang. Siang itu ramai sekali orang yang makan surabi
di tempat mang Unang. Bumi mulai bekerja dengan mengambil piring kotor bekas
para pelanggan. Dia lap meja yang kotor terkena cipratan kuah surabi. Dia bekerja
dengan sungguh-sungguh. Ayahnya sering bilang bahwa budaya orang sunda itu giat
bekerja dan sungguh-sungguh.
Di tengah perkerjaannya Bumi
menemukan dompet hitam. Ukurannya cukup besar, tergeletak begitu saja di meja
nomor dua. Dia segera mengamankannya untuk dikembalikan pada pemiliknya. Dia
simpan dompet itu di meja dapur.
Setelah selesai bekerja, Bumi
menunggu pemilik dompet yang dia temukan. Dia tidak membukanya karena dompet
itu bukan miliknya. Namun, hingga petang pemilik dompet itu belum juga
mengambilnya. Bumi berpikir harus segera mengembalikannya. Dia buka dompet itu
untuk mencari identitas pemiliknya. Dia kaget melihat isi dompet itu. Uang cash
yang ada di dalamnya lebih dari cukup untuk membayar biaya tambahan perpisahan
ke Pangandarankarta dan satu handphone pintar keluaran terbaru.
Mang Unang yang mengetahui hal itu,
memaksa Bumi untuk membagi dua isi dompet. Tapi Bumi menolaknya karena dompet
itu adalah amanah baginya. Mang Unang mengancam tidak akan memberikannya lagi
pekerjaan jika dia tidak mau membagi dua isi dompet itu. Bumi segera lari
menghindari warung surabi mang Unang. Dia tidak mempedulikan ancaman mang
Unang. Dia segera mencari sebuah alamat atas nama Ibu Sherly. KTP yang dia
temukan di dalam dompet itu menuntunnya. Dia memilih berjalan kaki untuk
mencarinya. Walaupun uang yang ada di dalam dompet itu cukup untuk membayar
jasa taksi.
Di tengah perjalanan dia sempatkan
diri untuk shalat maghrib kemudian berdoa dan meminta tolong pada Allah agar
usahanya menemukan alamat pemilik dompet itu dipermudah. Setelah shalat dia
lanjutkan perjalanan. Tak terasa dia sudah berjalan jauh puluhan kilo meter.
Kakinya sudah terasa lelah. Terlebih dia belum makan. Dompet yang ada di
tangannya itu adalah amanah yang harus disampaikan utuh kepada pemiliknya.
Setelah berjalan jauh akhirnya dia
menemukan alamat yang dicarinya. Dia hanya melongo menatap rumah pemilik dompet
itu. Rumahnya besar. Di halamannya terparkir dua mobil. Dia menekan tombol bel
yang terpasang di sisi gerbang. Setelah Bumi menjelaskan maksud kedatangannya,
dia dipersilahkan masuk.
“Kamu menemukan dompet Ibu yah. Terima
kasih nak. Ibu tidak sadar jika dompet itu tertinggal. Terima kasih sekali
lagi” Kata ibu Sherly berterima kasih pada Bumi. Bu Sherly adalah Seorang pengusaha
muda, wajahnya cantik, matanya sipit, rambutnya pendek sebahu profesinya
sebagai pengusaha toko sepatu di daerah Cimahi.
“Iyah bu sama-sama, tadi saya
menemukan dompet ini tergeletak di meja nomor dua warung surabi mang Unang” Kata
Bumi sambil menyodorkan dompet pada pemiliknya.
Ibu Sherly memeriksa dompetnya, dia
kaget karena isinya tak berkurang sama sekali. Ibu Sherly menawarinya makan.
Namun, Bumi tidak mau. Dia harus segera pulang karena khawatir ayahnya mencari.
Ibu Sherly menawarinya untuk mengantar pulang. Bumi pun mengangguk malu-malu. Sesampainya
di rumah, Bumi segera menemui ayahnya dan meminta maaf karena pulang malam.
Ayahnya hendak marah padanya. Namun,
Ibu Sherly menjelaskan alasan Bumi pulang terlambat. Ayahnya baru mengetahui
bahwa bumi bekerja di warung surabi mang Unang. Kemudian ayahnya bertanya
alasan Bumi bekerja. “Aku ingin mencari tambahan uang untuk mengikuti
perpisahan ke Pangandaran yah” Jawab Bumi polos.
Ayahnya benar-benar bangga pada apa
yang telah dilakukannya. Dia mau berusaha keras untuk keinginannya tanpa
merepotkan orang lain. Didikan ayahnya tentang kejujuran berhasil membuat Bumi
menjadi anak yang berjiwa amanah.
Pada hari terakhir pendaftaran acara
perpisahan, bumi hanya bisa tertunduk. Dia tidak mampu melunasi biaya tambahan
perpisahan. Namun, Bu Neneng mengumumkan bahwa semua anak kelas enam akan
diberangkatkan ke Pangandaran gratis tanpa biaya tambahan. Uang yang sudah
terkumpul akan dikembalikan pada setiap siswa sebagai uang saku selama
perpisahan di Pangandaran. Bumi benar-benar kaget mendengarnya.
“Semua ini adalah sumbangan dari
seorang dermawan yang telah ditolong oleh salah satu murid sekolah kita. Orang
itu sangat berterima kasih pada penolongnya” Kata bu Neneng menjelaskan. “ Semua
siswa harus mencontoh perilaku jujurnya dan berterima kasih padanya”
Para siswa bergemuruh penasaran
siapa siswa yang dimaksud itu. Bumi hanya menunduk malu. Sebentar lagi pasti
namanya disebutkan.
“Siswa itu adalah Restu Bumi” Bu Neneng mengumumkan nama siswa tersebut. Semua siswa
menoleh pada Bumi yang tertunduk dan merangkulnya berterima kasih. Berkat
kejujurannya, dia menolong dirinya sendiri dan membantu semua temannya. Dia
terus menunduk dan terharu.
“Allah
akan menolong orang yang berbuat baik pada sesama makhluknya. Janji Allah itu
pasti”
Belum ada tanggapan untuk "CERPEN ANAK SD: KEUNTUNGAN SIKAP JUJUR"
Post a Comment